Minggu, 24 November 2013

Ujian Nasional biasa disingkat UN / UNAS adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar. Penentuan standar yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan, yang dimaksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting. Manfaat pengaturan standar ujian akhir:
Ujian Nasional biasa disingkat UN / UNAS adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan.
Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar.
Penentuan standar yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan, yang dimaksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting.
Manfaat pengaturan standar ujian akhir:

Minggu, 17 November 2013

4 Penyebab Kisruh UN 2013

Pusat Ujian Nasional 2014: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengumumkan hasil investigasi keterlambatan Ujian Nasional tingkat SMA dan sederajat. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh menyampaikan dari temuan investigasi yang dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian, ada 4 penyebab terjadinya keterlambatan UN untuk tingkat SMA.

Nuh menyebut penyebab pertama kesemrautan UN itu adalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang baru dikeluarkan pada tanggal 13 Maret 2013 dan baru ditandangani pada 2 hari setelahnya yaitu tanggal 15 Maret 2013. 

"Baru tanggal 13 Maret DIPA UN terbit dan tanggal 15 Maret baru dilaksanakakan tanda tangan kontraknya," kata Nuh ketika di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Selatan, Senin (13/5/2013).

Akibat keterlambatan terbitnya DIPA ini, jelas Nuh, proses pencairan dana UN juga mengalami keterlambatan. Menurutnya, bila DIPA sudah tersedia maka kontrak baru bisa dilakukan. 

"Tapi baru tanggal 15 Maret kontrak UN baru ditandatangani," tambah Nuh.

Penyebab kedua keterlambatan UN SMA, lanjut Nuh, yaitu adanya kelemahan manajerial di Kemendikbud. Terutama mengenai menyampaian master naskah UN SMA dari pusat hingga ke tinggat daerah.

"Penyampaian master naskah UN dari pusat Penilaian Pendidikan (Suspendik) tidak diserahkan pada percetakan menyeluruh, melainkan secara bertahap. Yaitu pada 15 Maret, 18 Maret, dan 23 Maret," tambah mantan Rektor ITS Surabaya ini. 

Nuh menilai, kurangnya menanggapi early warning dari Inspektorat Jenderal Kemendikbud dan lemahnya sistem pengendalian internal penjadwalan pelaksanaan pekerjaan, juga memicu terjadinya keterlambatan UN.

Penyebab ketiga, sambungnya, ada manajerial di percetakan yang bermasalah yaitu PT Gahlia yang mempunyai persoalan teknis dalam menggabungkan naskan UN dan Lembar Jawaban (LJ) UN. Selain itu, sistem atau pola kerja di perusahaan percetakan PT Gahlia tidak berjalan dengan baik. Nuh juga menyebut tidak adanya kontrol risiko yang dimiliki PT Gahlia juga menjadi biang keladi keterlambatan soal.

"Terdapat sistem atau pola kerja di percetakan yang tidak berjalan dengan baik. Tidak ada kontrol risiko. Itu dia tidak punya. Selain itu lemahnya tanggung jawab dan komitmen manajemen percetakan," sesal Nuh.

Penyebab keempat, imbuh Nuh, adalah lemahnya tim pengawas dipercetakan. Kelemahan tim pengawasan ini menyebabkan banyaknya naskah yang tertukar. Hal inilah yang menyempurnakan keterlambatan UN SMA di 11 provinsi.

"Kelemahan dari tim pengawasan dari Kemendikbud dan tim dari peguruan tinggi ini juga menjadi penyebabnya. Sehingga banyak naskah yang tertukar. Ini juga yang menyebabkan sempurna-nya keterlambatan ini," tutur Nuh.